Beranda | Artikel
Mendulang Hikmah dari Kisah Nabi Musa Alaihissalam
Selasa, 30 Juli 2019

Mendulang Hikmah dari Kisah Nabi Musa ‘Alaihissalam

Ditulis oleh: Ustadz Firanda Andirja, Lc, MA

Segala puji bagi Allah pada pagi hari ini kita dikumpulkan oleh Allah ﷻ dalam sebuah masjid, salah satu dari rumah-rumah Allah dengan tujuan yang sangat mulia, yang semoga diberkahi oleh Allah yaitu mempelajari sebagian tafsir dari surah Al-Qashash. Yang dalam surah tersebut menceritakan tentang kisah nabi Musa ‘alaihissalam.

Keutamaan bagi orang-orang yang berkumpul di masjid dalam rangka membaca dan mempelajari firman-firman Allah ﷻ sebagaimana disebutkan oleh Nabi ﷺ

مَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِى بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ تَعَالَى يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ إِلاَّ نَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِينَةُ وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ وَحَفَّتْهُمُ الْمَلاَئِكَةُ وَذَكَرَهُمُ اللَّهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ

“Tidaklah suatu kaum berkumpul di satu rumah Allah, mereka membacakan kitabullah dan mempelajarinya, kecuali turun kepada mereka ketenangan, dan rahmat menyelimuti mereka, para malaikat mengelilingi mereka dan Allah memuji mereka di hadapan makhluk yang ada didekatnya. (HR. Abu Daud no. 1457)

Oleh karena itu mempelajari tafsir Alquran memiliki keutamaan yang sangat mulia, juga menjadi sarana agar kita bisa memahami Alquran dengan baik dan untuk mengamalkannya. karena Alquran diturunkan untuk diamalkan, dan sarana untuk bisa mengamalkannya dengan baik adalah harus melalui metode tafsiran yang benar pula. Tidak sebagaimana sebagian pemahaman orang yang menganggap bahwa beribadah dengan Alquran hanya sekedar membaca dan bertiwalah, hingga konsentrasinya hanya pada kedua hal tersebut. Sebagaimana pula perkatan Al Hasan Al Bashri,

أُنْزِلَ الْقُرْآنُ لِيُعْمَلَ بِهِ فَاتَّخَذُ النَّاسَ تِلَاوَتَهُ عَمَلَا

“Alquran diturunkan untuk diamalkan, sedangkan manusia menjadikan membaca Alquran sebagai amalnya.” (Talbis Iblis, h. 101)

Kebanyakan orang mencukupkan diri dengan hanya membaca Alquran, padahal tidak demikian. Membaca Alquran hanyalah sarana untuk memahami isi Alquran dan kemudian kita mengamalkan isi dari Alquran.

Diantara metode Allah ﷻ dalam memberikan pelajaran kepada hamba-hambaNya adalah dengan metode menceritakan kisah-kisah dari umat terdahulu. Metode seperti ini banyak Allah gunakan dalam Alquran. Maka ketika kita membuka Alquran, seringkali kita dapati Allah menyampaikan kisah umat terdahulu dan kisah para nabi tentang apa yang terjadi diantara mereka dan kaumnya, tentang kesabaran para nabi, dan ujian yang mereka hadapi. Allah menyampaikan kisah-kisah tersebut punya maksud untuk nabi Muhammad ﷺ dan umatnya. Karenya Allah ﷻ berfirman,

وَكُلًّا نَقُصُّ عَلَيْكَ مِنْ أَنْبَاءِ الرُّسُلِ مَا نُثَبِّتُ بِهِ فُؤَادَكَ (120)

“Dan semua kisah dari rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu (Muhammad), ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu.” (QS. Hud : 120)

Tatkala Nabi ﷺ ditimpa cercaan, hinaan, kesedihan dan kesulitan yang dihadapinya, maka Allah turunkan kisah para nabi bahwa mereka dulu juga mengalami kesulitan. Hal ini untuk menenangkan hati Nabi ﷺ bahwasanya dia tidak sendirian menghadapi kesulitan tersebut. Maka dari itu Allah mengatakan,

فَاصْبِرْ كَمَا صَبَرَ أُولُو الْعَزْمِ مِنَ الرُّسُلِ (35(

“Maka bersabarlah kamu seperti orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dari rasul-rasul telah bersabar.” (QS. Al-Ahqaf : 35)

Kisah-kisah tersebut juga tidak hanya memberikan pelajaran bagi para nabi, akan tetapi juga bagi umat Muhammad ﷺ. Terlalu banyak pelajaran yang bisa kita ambil dari kisah-kisah terdahulu. Allah ﷻ berfirman,

لَقَدْ كَانَ فِي قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لِأُولِي الْأَلْبَابِ مَا كَانَ حَدِيثًا يُفْتَرَى (111(

“Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat.” (QS. Yusuf : 111)

فَاقْصُصِ الْقَصَصَ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ (176)

“Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir.” (QS. Al-A’raf : 176)

Sebagian ulama mengatakan bahwa semakin orang itu imannya bertambah tinggi, kemudian merenungkan tentang hikmah kisah-kisah tersebut, maka akan semakin banyak faidah yang dia dapatkan. Karena Allah kaitkan antara penceritaan kisah dengan tafakkur. Maka dari itu kisah nabi Musa ‘alaihissalam yang akan kita sampaikan bukanlah kisah pengantar tidur melainkan kisah yang ketika dibaca diharapkan kita mendapatkan faidah dan hikmah dibalik kisah yang sangat mulia tentang nabi Musa ‘alaihissalam.

Sesuatu yang istimewa dari kisah nabi Musa ‘alaihissalam adalah kisah tersebut merupakan kisah yang terpanjang dari kisah-kisah nabi yang lain. Di dalam Alquran terdapat kisah nabi Hud, Nuh, Luth, bahkan nabi Muhammad ﷺ, akan tetapi tidak ada yang lebih panjang dari kisah nabi Musa ‘alaihissalam. Bahkan surah Al-Qashash kebanyakan menceritakan kisah nabi Musa ‘alaihissalam. Dan kisah tersebut banyak diulang-ulang oleh Allah ﷻdalam banyak surah lain. Ini menujukkan bahwa ada perhatian khusus dari Allah ﷻ tentang kisah yang terjadi antara nabi Musa ‘alaihissalam dan kaumnya dari kalangan Yahudi. Pada setiap kisah yang Allah sebutkan terdapat tambahan faidah meskipun kisah tersebut telah diulang dalam surah lain. Maka tatkala seseorang mengumpulkan dan membaca kisah tersebut, akan didapatkan rangkaian kisah yang indah tentang nabi Musa ‘alaihissalam.

Di antara faidah Allah menceritakan secara detil kisah nabi Musa ‘alaihissalam kepada nabi Muhammad ﷺ yaitu karena salah satu umat yang didakwahi oleh nabi Muhammad ﷺ adalah umat Yahudi. Sebagaimana dalam sejarah bahwa ketika Nabi ﷺ tiba di Madinah, ada tiga suku Yahudi yang terkenal yaitu suku Qainuqa, suku Nadhir, dan suku Quraizhah. Maka ini merupakan mukjizat nabi Muhammad ﷺ karena bisa menceritakan kisah nabi Musa ‘alaihissalam secara detil meski tanpa belajar dari ahli kitab dan menjadi bukti bahwa nabi Muhammad ﷺ adalah seorang nabi.

Faidah yang lain adalah bahwa Allah tidak menceritakan banyak tentang kisah nabi Isa ‘alaihissalam, padahal umat Nasrani juga menjadi kaum yang didakwahi oleh beliau. Karena nabi Isa ‘alaihissalam tidak disukai oleh seluruh umat Yahudi. Mereka (Yahudi) mengatakan bahwa nabi Isa ‘alaihissalam anak zina dan mereka ingin dan mengaku telah membunuh nabi Isa ‘alaihissalam, maka Allah membantah mereka,

وَمَا قَتَلُوهُ وَمَا صَلَبُوهُ وَلَكِنْ شُبِّهَ لَهُمْ (157(

“Padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan Isa bagi mereka.” (QS. An-Nisa : 157)

Maka yang benar cerita tentang nabi Isa ‘alaihissalam adalah beliau tidak dibunuh dan disalib lalu kemudian beliau diangkat oleh Allah ke langit. Adapun nabi Musa ‘alaihissalam, Yahudi dan Nasrani menyepakati tentang kenabian nabi Musa ‘alaihissalam. Maka dari itu Allah memperpanjang kisah nabi Musa ‘alaihissalam. Dan ketika kita memperhatikan kisah nabi Musa ‘alaihissalam dengan umatnya maka akan kita ketahui bagaimana akhlak kaum Yahudi. Allah memperlihatkan banyak mukjizat kepada mereka, akan tetapi mereka tetap menjadi orang yang keras kepala. Dan betapa banyak akhlak mereka yang tercela, salah satunya adalah suka membunuh nabi. Allah ﷻ berfirman,

وَقَتْلِهِمُ الْأَنْبِيَاءَ بِغَيْرِ حَقٍّ (155(

“Dan mereka membunuh nabi-nabi tanpa (alasan) yang benar.” (QS. An-Nisa : 155)

Jika ada nabi yang tidak sesuai dengan selera mereka, maka akan dibunuh. Sehingga mereka (Yahudi) berusaha keras untuk membunuh nabi Isa ‘alaihissalam. Bahkan dalam kitab Taurat yang telah dirubah oleh mereka yang dari situ kita ketahui betapa jahatnya kaum Yahudi, mereka menggambarkan sifat-sifat yang buruk terhadap para nabi. Mereka menyebutkan bahwa ada nabi yang berzina dengan anaknya, ada nabi yang tukang mabuk, ada nabi yang senang merebut istri prajuritnya. Bahkan mereka (Yahudi) Allah pun disifati dengan sifat yang jelek dengan mengatakan bahwa Ya’qub Israil berkelahi dengan Allah, lalu Allah kalah. Subhanallah, seakan-akan mereka ingin melegalisasi keburukan mereka. Maka dari itu Allah memperpanjang kisah nabi Musa ‘alaihissalam agar kita menyadari akan bahayanya mereka.

Maka pada kesempatan kali ini kita akan membahas tentang kisah nabi Musa ‘alaihissalam yang akan kita ambil dari surah Al-Qashash. Allah ﷻ berfirman,

طسم (1)

“Thaa Siin Miim.” (Qs. Al-Qashash : 1)

Para ulama menyatakan bahwa ayat yang seperti ini merupakan Huruful Muqaththa’ah yaitu huruf yang putus-putus yang Allah sebutkan dalam banyak surah. Contohnya adalah الم, حم, ص, ق, كهيعص, الر, الص dan lain-lain. Huruf seperti ini tidak perlu ditafsirkan. Pendapat yang kuat adalah huruf-huruf ini diturunkan untuk menunjukkan bahwa Alquran yang diberikan kepada nabi Muhammad ﷺ adalah berbahasa arab yang disusun dari huruf-huruf yang orang Quraisy juga meng-gunakannya. Karena pada waktu itu orang-orang Quraisy berbangga-bangga dengan bahasa Arab mereka sampai melakukan pertandingan syair-syair, bahkan sampai saat ini. Seakan-akan Allah hendak menerangkan bahwa Alquran ini terdiri dari huruf-huruf tersebut, akan tetapi mereka (Quraisy) tidak dapat membuat yang seperti itu. Sehingga betapa banyak orang-orang kafir dan para sahabat masuk Islam karena mendegar potongan ayat Alquran.

Kemudian selanjutnya Allah ﷻ berfirman,

تِلْكَ آيَاتُ الْكِتَابِ الْمُبِينِ (2) نَتْلُو عَلَيْكَ مِنْ نَبَإِ مُوسَى وَفِرْعَوْنَ بِالْحَقِّ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ (3)

“Ini adalah ayat-ayat Kitab (Al Quran) yang nyata (dari Allah). Kami membacakan kepadamu (Muhammad) sebagian dari kisah Musa dan Fir´aun dengan benar untuk orang-orang yang beriman.” (QS. Al-Qashash : 2-3)

Pada ayat ini menegaskan bahwa hanya orang-orang beriman yang dapat mengambil faidah dari kisah nabi Musa ‘alaihissalam. Yaitu orang-orang yang mau menggunakan akal mereka untuk berfikir.

إِنَّ فِرْعَوْنَ عَلَا فِي الْأَرْضِ وَجَعَلَ أَهْلَهَا شِيَعًا يَسْتَضْعِفُ طَائِفَةً مِنْهُمْ يُذَبِّحُ أَبْنَاءَهُمْ وَيَسْتَحْيِي نِسَاءَهُمْ إِنَّهُ كَانَ مِنَ الْمُفْسِدِينَ (4)

“Sesungguhnya Fir´aun telah berbuat sewenang-wenang di muka bumi dan menjadikan penduduknya berpecah belah, dengan menindas segolongan dari mereka, menyembelih anak laki-laki mereka dan membiarkan hidup anak-anak perempuan mereka. Sesungguhnya Fir´aun termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS. Al-Qashash : 4)

Dikisahkan bahwa Fir’aun hidup di Mesir. Terdapat dua suku besar di Mesir waktu itu yaitu suku pribumi (Al-Qibti) dan suku pendatang (Bani Israil). Orang Yahudi menisbahkan Bani Israil kepada nabi Ya’qub ‘alaihissalam yang dikenal sebagai Israil. Nabi Ya’qub ‘alaihissalam memiliki dua belas anak yang salah satunya adalah nabi Yusuf ‘alaihissalam. Maka tatkala nabi Yusuf ‘alaihissalam menjadi menteri di Mesir dalam kisah yang cukup panjang Allah sebutkan dalam surah Yusuf, beliau mendatangkan ayah dan ibunya beserta saudara-saudaranya untuk hidup di Mesir. Maka beranak pinanglah Bani Israil setelah itu. Akan tetapi pada zaman nabi Musa ‘alaihissalam Bani Israil tertindas oleh suku pribumi yang menjadi sukunya Fir’aun. Dan ini dilakukan oleh Fir’aun dengan sengaja.

Salah satu bentuk penindasan Fir’aun terhadap Bani Israil adalah dengan membunuh anak laki-laki yang lahir dari kalangan Bani Israil. Para ahli tafsir menyebutkan bahwa para dukun di zaman Fir’aun telah meramalkan bahwa kelak pada tahun tertentu akan lahir seorang anak yang akan menggulingkan singgasana Fir’aun. Sehingga Fir’aun mengutus pasukannya untuk mencari siapa saja yang lahir, bahkan jika terdapat seorang wanita yang hendak melahirkan maka akan ditunggu sampai persalinannya selesai, jika yang lahir laki-laki maka akan dibunuh. Adapun jika anaknya perempuan maka dibiarkan. Sebagian ulama menyebutkan bahwa nabi Musa ‘alaihissalam tidak dibunuh karena lahir pada tahun sebelum atau setelah tahun yang diramalkan, sehingga bisa selamat dari Fir’aun dan pasukannya.

Fir’aun merupakan orang yang paling sombong, bahkan tidak ada yang lebih kafir darinya dengan mengatakan,

أَنَا رَبُّكُمُ الْأَعْلَى (24)

“Akulah tuhanmu yang paling tinggi.” (QS. An-Nazi’at : 24)

Akan tetapi Allah tidak ingin mengazab Fir’aun dengan seketika, padahal sangat mudah bagi Allah untuk membunuh Fir’aun dengan sekejap jika dikehendaki. Allah membiarkan Fir’aun dalam jangka waktu yang cukup lama agar kemudian nabi Musa menggulingkan tahtanya. Allah menginginkan mengadzab Fir’aun dengan caraNya yaitu dengan membiarkannya hidup dengan tenang dahulu, dan jika tiba masanya maka akan dihancurkan. Oleh karenanya para ulama menyebutkan bahwa Bashar Al Assad dengan kekejamannya sekian lama, Allah kelak akan menghancurkannya dengan izinNya, akan tetapi tidak seketika melainkan Allah akan buat dia tersiksa dengan runtuhnya kepemimpinannya sedikit demi sedikit sebagaimana kisah Fir’aun.

Allah ﷻ berfirman,

وَنُرِيدُ أَنْ نَمُنَّ عَلَى الَّذِينَ اسْتُضْعِفُوا فِي الْأَرْضِ وَنَجْعَلَهُمْ أَئِمَّةً وَنَجْعَلَهُمُ الْوَارِثِينَ (5) وَنُمَكِّنَ لَهُمْ فِي الْأَرْضِ وَنُرِيَ فِرْعَوْنَ وَهَامَانَ وَجُنُودَهُمَا مِنْهُمْ مَا كَانُوا يَحْذَرُونَ (6)

“Dan Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas (Bani Israil) di bumi (Mesir) itu dan hendak menjadikan mereka pemimpin dan menjadikan mereka orang-orang yang mewarisi (bumi). Dan akan Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi dan akan Kami perlihatkan kepada Fir´aun dan Haman beserta tentaranya apa yang selalu mereka khawatirkan dari mereka itu.” (QS. Al-Qashash : 5-6)

Di ayat ini disebutkan bahwa Fir’aun mengkhawatirkan anak yang akah lahir dan kelak akan menggulingkan kerajaannya, maka Allah memperlihatkan apa yang mereka khawatirkan.

وَأَوْحَيْنَا إِلَى أُمِّ مُوسَى أَنْ أَرْضِعِيهِ فَإِذَا خِفْتِ عَلَيْهِ فَأَلْقِيهِ فِي الْيَمِّ وَلَا تَخَافِي وَلَا تَحْزَنِي إِنَّا رَادُّوهُ إِلَيْكِ وَجَاعِلُوهُ مِنَ الْمُرْسَلِينَ (7)

“Dan kami ilhamkan kepada ibu Musa; “Susuilah dia, dan apabila kamu khawatir terhadapnya maka jatuhkanlah dia ke sungai (Nil). Dan janganlah kamu khawatir dan janganlah (pula) bersedih hati, karena sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya (salah seorang) dari para rasul.” (QS. Al-Qashash : 7)

Ketahuilah, bahwa inilah awal mula cara Allah untuk menghancurkan kerajaan Fir’aun. Dia mencari-cari anak yang kelak akan menggulingkan kerajaannya, dan ternyata anak tersebut adalah nabi Musa ‘alaihissalam. Tatkala nabi Musa ‘alaihissalam dimasukkan kedalam keranjang kecil lalu dilepaskan di sungai nil, ternyata keranjang tersebut melewati kerajaan Fir’aun.

Allah ﷻ berfirman,

فَالْتَقَطَهُ آلُ فِرْعَوْنَ لِيَكُونَ لَهُمْ عَدُوًّا وَحَزَنًا إِنَّ فِرْعَوْنَ وَهَامَانَ وَجُنُودَهُمَا كَانُوا خَاطِئِينَ (8)

“Maka dipungutlah ia oleh keluarga Fir´aun yang akibatnya dia menjadi musuh dan kesedihan bagi mereka. Sesungguhnya Fir´aun dan Haman beserta tentaranya adalah orang-orang yang bersalah” (QS. Al-Qashash : 8)

Ahli tafsir menyebutkan bahwa istri Fir’aun lah yang memungut nabi Musa ‘alaihissalam yang bernama Asiah, seorang wanita salihah yang ditakdirkan oleh Allah ﷻ tidak bisa memiliki anak. Maka tatkala Asiah melihat keranjang nabi Musa ‘alaihissalam, maka Allah tumbuhkan rasa cinta pada Asiah untuk merawatnya. Betapa luar biasanya Allah mentakdirkan nabi Musa ‘alaihissalam dirawat oleh keluarga Fir’aun, padahal dialah (Musa) yang mereka cari selama ini, orang yang kelak akan menghancurkan kerajaannya. Ibaratnya seperti Fir’aun memelihara singa yang akan memakannya.

Kemudian Fir’aun melihat ciri-ciri anak tersebut, akhirnya diketahui anak tersebut berasal dari suku Bani Israil. Hal ini berbeda dengan pendapat sebagian ahli tafsir yang mengatakan bahwa Fir’aun tidak mengetahui bahwa anak tersebut dari Bani Israil. Sehingga timbullah keinginan Fir’aun untuk membunuhnya karena mengetahui asal suku anak tersebut. Allah ﷻ berfirman,

وَقَالَتِ امْرَأَتُ فِرْعَوْنَ قُرَّتُ عَيْنٍ لِي وَلَكَ لَا تَقْتُلُوهُ عَسَى أَنْ يَنْفَعَنَا أَوْ نَتَّخِذَهُ وَلَدًا وَهُمْ لَا يَشْعُرُونَ (9)

“Dan berkatalah isteri Fir´aun: “(Ia) adalah penyejuk mata hati bagiku dan bagimu. Janganlah kamu membunuhnya, mudah-mudahan ia bermanfaat kepada kita atau kita ambil ia menjadi anak”, sedang mereka tiada menyadari” (QS. Al-Qashash : 9)

Lihatlah bagaimana sombong dan angkuhnya Fir’aun, akan tetapi tunduk dan mengalah kepada Istrinya. Tatkala istrinya menginginkan anak tapi tidak bisa memiliki anak, maka diangkatlah nabi Musa ‘alaihissalam sebagai anaknya. Namun lagi-lagi mereka (Fir’aun) tidak menyadari siapa yang mereka angkat menjadi anak.

Kemudian Allah ﷻa berfirman,

وَأَصْبَحَ فُؤَادُ أُمِّ مُوسَى فَارِغًا إِنْ كَادَتْ لَتُبْدِي بِهِ لَوْلَا أَنْ رَبَطْنَا عَلَى قَلْبِهَا لِتَكُونَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ (10)

“Dan menjadi kosonglah hati ibu Musa. Sesungguhnya hampir saja ia menyatakan rahasia tentang Musa, seandainya tidak Kami teguhkan hatinya, supaya ia termasuk orang-orang yang percaya (kepada janji Allah).” (QS. Al-Qashash : 10)

Ibu nabi Musa ‘alaihissalam tahu bahwa anaknya berada dalam perawatan Fir’aun. Akan tetapi kesedihan yang melanda ibu nabi Musa ‘alaihissalam hampir membuatnya mengakui bahwa itu anaknya. Kemudian Allah kokohkan hatinya agar dia bisa yakin dengan janji Allah, bahwa nabi Musa ‘alaihissalam kelak akan kembali kepangkuan-nya dan menjadikan nabi Musa ‘alaihissalam sebagai seoral rasul. Kemudian ibu nabi Musa ‘alaihissalam berwasiat kepada saudari nabi Musa ‘alaihissalam,

وَقَالَتْ لِأُخْتِهِ قُصِّيهِ فَبَصُرَتْ بِهِ عَنْ جُنُبٍ وَهُمْ لَا يَشْعُرُونَ (11)

“Dan berkatalah ibu Musa kepada saudara Musa yang perempuan: “Ikutilah dia” Maka kelihatanlah olehnya Musa dari jauh, sedang mereka tidak mengetahuinya” (QS. Al-Qashash : 11)

Kemudian lihatlah bagaimana Allah ﷻ yang Maha Mengatur segala sesuatu. Akhirnya Allah mengatur pertemuan nabi Musa ‘alaihissalam dengan ibunya. Allah ﷻ berfirman,

وَحَرَّمْنَا عَلَيْهِ الْمَرَاضِعَ مِنْ قَبْلُ فَقَالَتْ هَلْ أَدُلُّكُمْ عَلَى أَهْلِ بَيْتٍ يَكْفُلُونَهُ لَكُمْ وَهُمْ لَهُ نَاصِحُونَ (12)

“Dan Kami cegah Musa dari menyusu kepada perempuan-perempuan yang mau menyusui(nya) sebelum itu; maka berkatalah saudara Musa: “Maukah kamu aku tunjukkan kepadamu ahlul bait yang akan memeliharanya untukmu dan mereka dapat berlaku baik kepadanya?”

Fir’aun dan istrinya akhirnya sayang kepada nabi Musa ‘alaihissalam. Kemudian nabi Musa menangisdan ingin disusui, akan tetapi Allah membuat nabi Musa ‘alaihissalam tidak suka keada seluruh air susu para wanita yang menyusuinya. Sehingga saudara nabi Musa ‘alaihissalam menyarankan kepada Fir’aun untuk membawa nabi Musa ‘alaihissalam kepada kaluarga yang dapat merawat dan menyusuinya.

Maka Allah ﷻ berfirman,

فَرَدَدْنَاهُ إِلَى أُمِّهِ كَيْ تَقَرَّ عَيْنُهَا وَلَا تَحْزَنَ وَلِتَعْلَمَ أَنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لَا يَعْلَمُونَ (13)

“Maka kami kembalikan Musa kepada ibunya, supaya senang hatinya dan tidak berduka cita dan supaya ia mengetahui bahwa janji Allah itu adalah benar, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya.” (QS. Al-Qashash : 13)

Lihatlah bagaimana hikmah yang Allah lekatkan pada setiap kejadian. Terkadang sesuatu yang kita benci ternyata bisa mendatangkan kebaikan. Ketika ibu nabi Musa ‘alaihissalam melepaskan anaknya di sungai Nil, pasti mengalami kesedihan dan kekhawatiran. Tentunya dia benci dengan hal ini, dan ingin selalu bersama anaknya serta menyesuinya. Akan tetapi dia menjalankan perintah Allah untuk melepaskan anaknya. Ternyata ada hikmah dibalik itu luar biasa, yaitu ibunya bisa kembali bertemu anaknya, dan juga dipekerjakan di istana Fir’aun. Akhirnya ibunya merasakan bahagia di atas kebahagiaan.

Kemudian Allah ﷻ berfirman,

وَلَمَّا بَلَغَ أَشُدَّهُ وَاسْتَوَى آتَيْنَاهُ حُكْمًا وَعِلْمًا وَكَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ (14)

“Dan setelah Musa cukup umur dan sempurna akalnya, Kami berikan kepadanya hikmah (kenabian) dan pengetahuan. Dan demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-Qashash : 14)

Nabi Musa ‘alaihissalam tumbuh di kerajaan Fir’aun dan terkenal sebagai anak angkatnya Fir’aun yang hebat. Sebagian ahli tafsir menyebutkan tatkala seorang manusia sempurna akal dan kedewasaannya, biasanya diindentikkan dengan orang yang berumur 40 tahun. Sehingga disimpulkan bahwa nabi Musa ‘alaihissalam hidup bersama Fir’aun selama kurang lebih 40 tahun. Setelah berusia 40 tahun maka nabi Musa ‘alaihissalam diangkat menjadi nabi dan diberi pengetahuan.

Setelah itu terjadi kasus yang besar yaitu nabi Musa ‘alaihissalam membunuh seseorang dari suku pribumi. Allah ﷻ berfirman,

وَدَخَلَ الْمَدِينَةَ عَلَى حِينِ غَفْلَةٍ مِنْ أَهْلِهَا فَوَجَدَ فِيهَا رَجُلَيْنِ يَقْتَتِلَانِ هَذَا مِنْ شِيعَتِهِ وَهَذَا مِنْ عَدُوِّهِ فَاسْتَغَاثَهُ الَّذِي مِنْ شِيعَتِهِ عَلَى الَّذِي مِنْ عَدُوِّهِ فَوَكَزَهُ مُوسَى فَقَضَى عَلَيْهِ قَالَ هَذَا مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ عَدُوٌّ مُضِلٌّ مُبِينٌ (15)

“Dan Musa masuk ke kota (Memphis) ketika penduduknya sedang lengah, maka didapatinya di dalam kota itu dua orang laki-laki yang berkelahi; yang seorang dari golongannya (Bani Israil) dan seorang (lagi) dari musuhnya (kaum Fir´aun). Maka orang yang dari golongannya meminta pertolongan kepadanya, untuk mengalahkan orang yang dari musuhnya lalu Musa meninjunya, dan matilah musuhnya itu. Musa berkata: “Ini adalah perbuatan syaitan sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang menyesatkan lagi nyata (permusuhannya).” (QS. Al-Qashash : 15)

Nabi Musa ‘alaihissalam adalah orang yang sangat kuat. Bahkan dikisahkan dalam hadits yang sahih, tatkala malaikat datang dalam wujud manusia, kemudian nabi Musa ‘alaihissalam menamparnya sampai keluar matanya. Ini menunjukkan betapa kuatnya nabi Musa ‘alaihissalam. Akhirnya nabi Musa ‘alaihissalam menyesali dan beristighfar atas perbuatannya dengan berkata,

قَالَ رَبِّ إِنِّي ظَلَمْتُ نَفْسِي فَاغْفِرْ لِي فَغَفَرَ لَهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ (16)

“Musa berdoa: “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menganiaya diriku sendiri karena itu ampunilah aku”. Maka Allah mengampuninya, sesungguhnya Allah Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Qashash : 16)

Ayat ini menujukkan bahwa nabi Musa ‘alaihissalam berdosa. Karena sebagian orang mengingkari hal tersebut dengan menganggap bahwa itu hanya prasangka nabi Musa dan dia (Musa) tidak berdosa. Akan tetapi itu tidak benar karena Allah mengakui pengakuan dosa nabi Musa ‘alaihissalam dengan mengatakan فَغَفَرَلَهُ (maka Allah mengampuninya). Padahal orang yang dibunuh oleh nabi Musa adalah orang kafir yang yang mengikuti Fir’aun dan meyakini Fir’aun sebagai tuhan. Ini menjadi dalil bahwa tidak semua orang kafir boleh dibunuh, apalagi orang kafir yang mengadakan perjanjian damai dengan kaum muslimin. Oleh karena itu para ulama menyebutkan empat tipe orang kafir.

  1. Kafir Harbi, yakni orang kafir yang memerangi kaum muslimin dan halal darahnya untuk ditumpahkan.
  2. Kafir Dzimmi, yakni orang kafir yang tinggal di negeri muslim, yang menjalankan syariat Islam, memiliki perjanjian dengan kaum muslimin, membayar pajak.
  3. Kafri Mu’ahad, yakni orang kafir yang ada perjanjian damai antara negeri kafir dengan negeri Islam, kategori ini tidak boleh dibunuh.
  4. Kafir Musta’min, yakni orang kafir yang datang dari negara lain yang meminta perlindungan, dan wajib seorang muslim memberikan perlindungan dan tidak boleh dibunuh.

Maka dari itu kesalahan bagi setiap orang yang mengatakan semua orang kafir boleh dibunuh dan hartanya halal. Dan hal ini dilakukan oleh sebagian kelompok-kelompok yang ada ba’iat tertentu.

Setelah nabi Musa ‘alaihissalam menyesal dan bertaubat setelah membunuh orang pribumi tersebut, dia pun berjanji kepada Allah,

قَالَ رَبِّ بِمَا أَنْعَمْتَ عَلَيَّ فَلَنْ أَكُونَ ظَهِيرًا لِلْمُجْرِمِينَ (17)

“Musa berkata: “Ya Tuhanku, demi nikmat yang telah Engkau anugerahkan kepadaku, aku sekali-kali tiada akan menjadi penolong bagi orang-orang yang berdosa” (QS. Al-Qashash : 17)

Setelah itu nabi Musa ‘alaihissalam ketakutan terhadap apa yang menimpa dia. Allah ﷻ berfirman,

فَأَصْبَحَ فِي الْمَدِينَةِ خَائِفًا يَتَرَقَّبُ فَإِذَا الَّذِي اسْتَنْصَرَهُ بِالْأَمْسِ يَسْتَصْرِخُهُ قَالَ لَهُ مُوسَى إِنَّكَ لَغَوِيٌّ مُبِينٌ (18)

“Karena itu, jadilah Musa di kota itu merasa takut menunggu-nunggu dengan khawatir (akibat perbuatannya), maka tiba-tiba orang yang meminta pertolongan kemarin berteriak meminta pertolongan kepadanya. Musa berkata kepadanya: “Sesungguhnya kamu benar-benar orang sesat yang nyata (kesesatannya)” (QS. Al-Qashash : 18)

Nabi Musa ‘alaihissalam takut karena telah membuat kasus besar yaitu telah membunuh seorang dari pribumi. Dan berita tersebut pasti akan sampai kepada Fir’aun. Takut yang dialami nabi Musa ‘alaihissalam menurut para ulama adalah takut thabi’i (takut yang bersifat naluri). Seseorang ketika takut terhadap sesuatu yang menakutkan adalah hal yang wajar dan bukan bagian dari kesyirikan. Takut tabi’I misalnya adalah takut kepada hewan buas, orang yang membawa senjata, dan lain-lain, ini merupakan ketakutan yang wajar (boleh).

Di ayat ini dikisahkan bahwa orang Bani Israil yang kemarin berkelahi dengan orang pribumi yang dibunuh oleh nabi Musa ‘alaihissalam berkelahi lagi keesokan harinya. Mulanya nabi Musa ‘alaihissalam tidak ingin menolongnya dari perkelahiannya, akan tetapi nabi Musa ‘alaihissalam terbawa fanatik suku sehingga terpanggil lagi dia untuk menolong orang Bani Israil melawan orang pribumi. Tatkala nabi Musa hendak memukul, orang pribumi tersebut berkata,

يَا مُوسَى أَتُرِيدُ أَنْ تَقْتُلَنِي كَمَا قَتَلْتَ نَفْسًا بِالْأَمْسِ إِنْ تُرِيدُ إِلَّا أَنْ تَكُونَ جَبَّارًا فِي الْأَرْضِ وَمَا تُرِيدُ أَنْ تَكُونَ مِنَ الْمُصْلِحِينَ (19)

“Hai Musa, apakah kamu bermaksud hendak membunuhku, sebagaimana kamu kemarin telah membunuh seorang manusia? Kamu tidak bermaksud melainkan hendak menjadi orang yang berbuat sewenang-wenang di negeri (ini), dan tiadalah kamu hendak menjadi salah seorang dari orang-orang yang mengadakan perdamaian” (QS. Al-Qashash : 19)

Ketika nabi Musa’ ‘alaihissalam sedang dinasehati oleh musuhnya dan juga dalam keadaan emosi, kemudian datang serang laki-laki dengan bergegas ke arahnya. Allah ﷻ berfirman,

وَجَاءَ رَجُلٌ مِنْ أَقْصَى الْمَدِينَةِ يَسْعَى قَالَ يَا مُوسَى إِنَّ الْمَلَأَ يَأْتَمِرُونَ بِكَ لِيَقْتُلُوكَ فَاخْرُجْ إِنِّي لَكَ مِنَ النَّاصِحِينَ (20)

“Dan datanglah seorang laki-laki dari ujung kota bergegas-gegas seraya berkata: “Hai Musa, sesungguhnya pembesar negeri sedang berunding tentang kamu untuk membunuhmu, sebab itu keluarlah (dari kota ini) sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang memberi nasehat kepadamu” (QS. AL-Qashash : 20)

Seketika nabi Musa ‘alaihissalam kaget mendengar berita tersebut, kemudian berlari keluar dari kota. Allah ﷻ berfirma,

فَخَرَجَ مِنْهَا خَائِفًا يَتَرَقَّبُ قَالَ رَبِّ نَجِّنِي مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ (21)

“Maka keluarlah Musa dari kota itu dengan rasa takut menunggu-nunggu dengan khawatir, dia berdoa: “Ya Tuhanku, selamatkanlah aku dari orang-orang yang zalim itu” (QS. Al-Qashash : 21)

Nabi Musa ‘alaihissalam keluar dari kota Mesir tanpa persiapan safar dan bekal makanan, karena takut dengan orang-orang mesir yang akan membunuhnya. Bahkan sebagian ahli tafsir menyebutkan bahwa nabi Musa ‘alaihissalam pergi tanpa memakai alas kaki. Dan nabi Musa ‘alaihissalam berdoa meminta perlindungan dan petunjuk kepada Allah ﷻ.

وَلَمَّا تَوَجَّهَ تِلْقَاءَ مَدْيَنَ قَالَ عَسَى رَبِّي أَنْ يَهْدِيَنِي سَوَاءَ السَّبِيلِ (22)

“Dan tatkala ia menghadap kejurusan negeri Mad-yan ia berdoa (lagi): “Mudah-mudahan Tuhanku memimpinku ke jalan yang benar” (QS. Al-Qashash : 22)

Kemudian Allah ﷻ berfirman,

وَلَمَّا وَرَدَ مَاءَ مَدْيَنَ وَجَدَ عَلَيْهِ أُمَّةً مِنَ النَّاسِ يَسْقُونَ وَوَجَدَ مِنْ دُونِهِمُ امْرَأَتَيْنِ تَذُودَانِ قَالَ مَا خَطْبُكُمَا قَالَتَا لَا نَسْقِي حَتَّى يُصْدِرَ الرِّعَاءُ وَأَبُونَا شَيْخٌ كَبِيرٌ (23)

“Dan tatkala ia sampai di sumber air negeri Mad-yan ia menjumpai di sana sekumpulan orang yang sedang meminumkan (ternaknya), dan ia menjumpai di belakang orang banyak itu, dua orang wanita yang sedang menghambat (ternaknya). Musa berkata: “Apakah maksudmu (dengan berbuat begitu)?” Kedua wanita itu menjawab: “Kami tidak dapat meminumkan (ternak kami), sebelum pengembala-pengembala itu memulangkan (ternaknya), sedang bapak kami adalah orang tua yang telah lanjut umurnya” (QS. Al-Qashash : 23)

Ketika nabi Musa ‘alaihissalam sampai pada sebuah sumber mata air, dilihatnya banyak lelaki yang mengambil air untuk ternaknya. Akan tetapi dibelakang mereka ada dua orang wanita yang menahan ternaknya untuk minum di tempat tersebut. Sehingga nabi Musa ‘alaihissalam bertanya tentang sikap mereka, kemudian mereka menerangkan bahwa mereka harus menunggu para lelaki selesai meminumkan ternak mereka. Karena biasanya ayahnya (wanita) yang mengambilkan minum untuk ternaknya sedangkan mereka tidak ingin bercampur baur dengan laki-laki. Maka para ulama menyebutkan bahwa ini juga dalil bahwa tercelanya ikhtilath (campur baur).

Maka nabi Musa ‘alaihissalam menolong kedua wanita tersebut,

فَسَقَى لَهُمَا ثُمَّ تَوَلَّى إِلَى الظِّلِّ فَقَالَ رَبِّ إِنِّي لِمَا أَنْزَلْتَ إِلَيَّ مِنْ خَيْرٍ فَقِيرٌ (24)

“Maka Musa memberi minum ternak itu untuk (menolong) keduanya, kemudian dia kembali ke tempat yang teduh lalu berdoa: “Ya Tuhanku sesungguhnya aku sangat memerlukan sesuatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku” (QS. Al-Qashash : 24)

Setelah menolong wanita tersebut, nabi Musa ‘alaihissalam bersandar pada sebuah pohon dalam keadaan sangat lapar, capek dengan perjalanan jauh dari Mesir, beliau berdoa kepada Allah “Ya Tuhanku sesungguhnya aku sangat memerlukan sesuatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku“. Kata para ulama, nabi Musa ‘alaihissalam lapar dan meminta makan.

Demikianlah orang-orang yang mengenal Allah ﷻ. Mereka senantiasa menunjukkan kefakirannya di hadapan allah. Semakin seseoran merasa butuh dengan Allah, maka akan semakin tinggi kedudukannya di sisi Allah ﷻ. Sebagaimana hal nya nabi Musa ‘alaihissalam, diriwatkan juga para salaf tatkala mereka sujud, ada di antara mereka yang berdoa meminta makan kepada Allah ﷻ. Oleh karenanya nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dengan sanad yang meskipun masih diperselisihkan,

لِيَسْأَلَ أَحَدَكُمْ رَبَهُ حَتَّى شِرَاكَ نَعْلِهِ

“Hendaknya salah seorang dari kalian meminta kepada Allah meskipun hanya untuk memperbaiki sendalnya.” (Syarah Riyadh as-Shalihin 6/52)

Maka dari itu apapun keinginan kita, berdoalah kepada Allah. Tidak heran kenapa nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam banyak mengajari kita dengan doa. Masuk pasar doanya, masuk rumah ada doanya, keluar rumah pun ada doanya. Sehingga hati kita senantiasa terikat dengan Allah dan hati kita tahu bahwa tidak boleh kita menyerahkan segala urusan pada diri sendiri walau sekejap mata, melainkan menyerahkan segalanya kepada allah ﷻ.

Setelah nabi Musa ‘alaihissalam berdoa meminta karunia dari Allah, maka dikabulkanlah doanya. Allah ﷻ berfirman,

فَجَاءَتْهُ إِحْدَاهُمَا تَمْشِي عَلَى اسْتِحْيَاءٍ قَالَتْ إِنَّ أَبِي يَدْعُوكَ لِيَجْزِيَكَ أَجْرَ مَا سَقَيْتَ لَنَا فَلَمَّا جَاءَهُ وَقَصَّ عَلَيْهِ الْقَصَصَ قَالَ لَا تَخَفْ نَجَوْتَ مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ (25)

“Kemudian datanglah kepada Musa salah seorang dari kedua wanita itu berjalan kemalu-maluan, ia berkata: “Sesungguhnya bapakku memanggil kamu agar ia memberikan balasan terhadap (kebaikan)mu memberi minum (ternak) kami”. Maka tatkala Musa mendatangi bapaknya dan menceritakan kepadanya cerita (mengenai dirinya), bapaknya berkata: “Janganlah kamu takut. Kamu telah selamat dari orang-orang yang zalim itu” (QS. Al-Qashash : 25)

Nabi Musa ‘alaihissalam membantu kedua wanita tersebut tidak berniat mencari upah, akan tetapi wanita tersebut memberikan upah maka kata para ulama hal itu tidaklah mengapa. Yang penting niat kita membantu bukan untuk mendapatkan upah, maka jika akhirnya diberikan upah maka tidak mengapa untuk diterima.

Kemudian sikap nabi Musa ‘alaihissalam yang menceritakan apa yang menimpa dirinya merupakan sikap yang benar. Seseorang tatkala mengalami kesedihan dibolehkan menceritakan kesedihannya kepada orang lain, akan tetapi harus kepada orang yang tepat atau orang salih yang bisa memberikan nasihat. Akan tetapi ada orang yang hanya mengadukan kesedihannya hanya kepada Allah sebagaimana nabi Ya’qub ‘alaihissalam,

إِنَّمَا أَشْكُو بَثِّي وَحُزْنِي إِلَى اللَّهِ (86)

“Sesungguhnya hanyalah kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihan-ku.” (QS. Yusuf : 86)

Akan tetapi ada juga orang yang mengadukan kesedihannya kepada manusia yang lain, hal ini dibolehkan dengan syarat bisa menemukan solusi sebagaimana nabi Musa ‘alaihissalam. Kata para ulama, kata بَثِّي (kesedihan/kegelisahan) bermakna ter-pancarkan, yaitu tatkala seseorang merasa sedih ada rasa untuk ingin mengungkapkan untuk mengurangi bebannya. Namun bukan berarti hal ini membolehkan seseorang untuk menceritakan seluruh masalahnya secara terus menerus, apalagi sampai menceritakannya ke media sosial. Maka dari itu menceritakan masalah (curhat) kepada manusia harus kepada orang yang tepat.

Kemudian, salah satu dari wanita tersebut tertarik kepada nabi Musa ‘alaihissalam. Allah ﷻ berfirman,

قَالَتْ إِحْدَاهُمَا يَا أَبَتِ اسْتَأْجِرْهُ إِنَّ خَيْرَ مَنِ اسْتَأْجَرْتَ الْقَوِيُّ الْأَمِينُ (26)

“Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: “Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya” (QS. Al-Qashash : 26)

Wallahu a’lam bisshawab, adapun penilaian wanita tersebut terhadap nabi Musa ‘alaihissalam mungkin karena melihat bagaimana dia (Musa ‘alaihissalam) dengan mudahnya membantu mengambil air dan penuh amanah membantu tanpa mengharapkan upah. Akhirnya sang ayah dari wanita tersebut menawarkan nabi Musa ‘alaihissalam untuk menikahi salah satu putrinya.

قَالَ إِنِّي أُرِيدُ أَنْ أُنْكِحَكَ إِحْدَى ابْنَتَيَّ هَاتَيْنِ عَلَى أَنْ تَأْجُرَنِي ثَمَانِيَ حِجَجٍ فَإِنْ أَتْمَمْتَ عَشْرًا فَمِنْ عِنْدِكَ وَمَا أُرِيدُ أَنْ أَشُقَّ عَلَيْكَ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّالِحِينَ (27)

“Berkatalah dia (bapaknya): “Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu, maka aku tidak hendak memberati kamu. Dan kamu Insya Allah akan mendapatiku termasuk orang-orang yang baik” (QS. Al-Qashash : 27)

Kata para ulama, ini juga merupakan dalil bahwa betapa agungnya akad pernikahan. Sampai-sampai nabi Musa ‘alaihissalam rela kerja delapan atau sepuluh tahun mengembala ternak untuk menunaikan maharnya, padahal dia adalah seorang nabi. Nabi Musa ‘alaihissalam pun menyetujuinya.

Akhirnya nabi Musa ‘alaihissalam bekerja dalam kurun waktu delapan atau sepuluh tahun. Kata para ulama, setelah itu timbul kerinduan nabi Musa ‘alaihissalam untuk kembali ke Mesir membawa istrinya. Nabi Musa mengira bahwa mungkin Fir’aun dan pasukannya telah lupa bahwa dia telah membunuh seseorang dari kaumnya sepuluh tahun yang lalu, sehingga timbul rasa rindu ingin pulang bertemu kerabatnya.

Allah ﷻ berfirman,

فَلَمَّا قَضَى مُوسَى الْأَجَلَ وَسَارَ بِأَهْلِهِ آنَسَ مِنْ جَانِبِ الطُّورِ نَارًا قَالَ لِأَهْلِهِ امْكُثُوا إِنِّي آنَسْتُ نَارًا لَعَلِّي آتِيكُمْ مِنْهَا بِخَبَرٍ أَوْ جَذْوَةٍ مِنَ النَّارِ لَعَلَّكُمْ تَصْطَلُونَ (29)

“Maka tatkala Musa telah menyelesaikan waktu yang ditentukan dan dia berangkat dengan keluarganya, dilihatnyalah api di lereng gunung ia berkata kepada keluarganya: “Tunggulah (di sini), sesungguhnya aku melihat api, mudah-mudahan aku dapat membawa suatu berita kepadamu dari (tempat) api itu atau (membawa) sesuluh api, agar kamu dapat menghangatkan badan” (QS. Al-Qashash : 29)

Ulama mengatakan bahwa pada waktu itu sedang musim dingin sehingga mereka mencari tempat untuk menghangatkan badan.

فَلَمَّا أَتَاهَا نُودِيَ مِنْ شَاطِئِ الْوَادِ الْأَيْمَنِ (30)

“Maka tatkala Musa sampai ke (tempat) api itu, diserulah dia dari (arah) pinggir lembah.” (QS. Al-Qashash: 30)

Tatkala nabi Musa ‘alaihissalam menuju tempat asal api tersebut, ternyata nabi Musa ‘alaihissalam bertemu degan Allah ﷻ. Maka dikatakan kepada nabi Musa ‘alaihissalam,

نُودِيَ يَا مُوسَى (11) إِنِّي أَنَا رَبُّكَ فَاخْلَعْ نَعْلَيْكَ إِنَّكَ بِالْوَادِ الْمُقَدَّسِ طُوًى (12)

“Ia (Musa) dipanggil: “Hai Musa. Sesungguhnya Aku inilah Tuhanmu, maka tanggalkanlah kedua terompah(sandal)mu; sesungguhnya kamu berada di lembah yang suci, Thuwa.” (QS. Taha : 11-12)

Pada ayat ini Allah mengajarkan adab kepada nabi Musa ‘alaihissalam.

وَأَنَا اخْتَرْتُكَ فَاسْتَمِعْ لِمَا يُوحَى (13) إِنَّنِي أَنَا اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدْنِي وَأَقِمِ الصَّلَاةَ لِذِكْرِي (14)

“Dan Aku telah memilih kamu (sebagai rasul), maka dengarkanlah apa yang akan diwahyukan (kepadamu). Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.” (QS. Taha : 13-14)

Dari sini Allah punya tugas besar yang Allah akan bebankan kepada nabi Musa ‘alaihissalam. Yaitu Allah menyuruh nabi Musa ‘alaihissalam untuk mendakwahi Fir’aun. 50 tahun setelah rencana Fir’aun untuk membunuh nabi Musa ‘alaihissalam, barulah Allah mengutus nabi Musa ‘alaihissalam untuk berdakwah kepada Fir’aun agar dia sadar. Setelah itu Allah menyiapkan mukjizat kepada nabi Musa ‘alaihissalam agar menjadi bukti kerasulan beliau. Karena dikisahkan bahwa Fir’aun adalah orang yang pandai bersilat lidah dan provokator ulung. Mukjizat yang Allah siapkan adalah dengan tongkatnya nabi Musa ‘alaihissalam. Allah ﷻ berfirman,

وَمَا تِلْكَ بِيَمِينِكَ يَا مُوسَى (17) قَالَ هِيَ عَصَايَ أَتَوَكَّأُ عَلَيْهَا وَأَهُشُّ بِهَا عَلَى غَنَمِي وَلِيَ فِيهَا مَآرِبُ أُخْرَى (18)

“Apakah itu yang di tangan kananmu, hai Musa. Berkata Musa: “Ini adalah tongkatku, aku bertelekan padanya, dan aku pukul (daun) dengannya untuk kambingku, dan bagiku ada lagi keperluan yang lain padanya.” (QS. Taha : 17-18)

Sebagian para ulama menyebutkan bahwa kisah ini merupakan mukaddimah agar nabi Musa ‘alaihissalam tidak terkejut ketika melihat mukjizat yang Allah karuniakan kepadanya.

Kemudian Allah ﷻ berfirman,

قَالَ أَلْقِهَا يَا مُوسَى (19) فَأَلْقَاهَا فَإِذَا هِيَ حَيَّةٌ تَسْعَى (20)

“Allah berfirman: “Lemparkanlah ia, hai Musa! Lalu dilemparkannyalah tongkat itu, maka tiba-tiba ia menjadi seekor ular yang merayap dengan cepat.” (QS. Taha : 19-20)

فَلَمَّا رَآهَا تَهْتَزُّ كَأَنَّهَا جَانٌّ وَلَّى مُدْبِرًا وَلَمْ يُعَقِّبْ يَا مُوسَى أَقْبِلْ وَلَا تَخَفْ إِنَّكَ مِنَ الْآمِنِينَ (31)

“Maka tatkala (tongkat itu menjadi ular dan) Musa melihatnya bergerak-gerak seolah-olah dia seekor ular yang gesit, larilah ia berbalik ke belakang tanpa menoleh. (Kemudian Musa diseru): “Hai Musa datanglah kepada-Ku dan janganlah kamu takut. Sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang aman” (QS. Al-Qashash : 31)

قَالَ خُذْهَا وَلَا تَخَفْ سَنُعِيدُهَا سِيرَتَهَا الْأُولَى (21)

“Allah berfirman: “Peganglah ia dan jangan takut, Kami akan mengembalikannya kepada keadaannya semula”

Ini merupakan serangkain kisah Allah melatih nabi Musa ‘alaihissalam terhadap mukjizat yang diberikan. Jangan sampai dia mendatangi Fir’aun dalam keadaan tidak tahu apa yang akan terjadi dengan tongkatnya. Ini merupakan mukjizat nabi Musa ‘alaihissalam yang pertama.

Mukjizat yang kedua, Allah ﷻ berfirman,

وَاضْمُمْ يَدَكَ إِلَى جَنَاحِكَ تَخْرُجْ بَيْضَاءَ مِنْ غَيْرِ سُوءٍ آيَةً أُخْرَى (22)

“dan kepitkanlah tanganmu ke ketiakmu, niscaya ia ke luar menjadi putih bercahaya tanpa cacat, sebagai mukjizat yang lain.” (QS. Taha : 22)

Sebagian orang Afrika menyatakan bahwa nabi Musa ‘alaihissalam memiliki kulit yang hitam, karena memiliki mukjizat tangannya putih. Akan tetapi ini tidak melazimkan dan juga bukan dalil bahwa nabi Musa ‘alaihissalam berkulit hitam. Akan tetapi mukjizat nabi Musa ‘alaihissalam adalah tangannya tampak putih setelah mengeluarkannya dari bawah ketiaknya.

Kemudian Allah ﷻ berfirman,

اذْهَبْ إِلَى فِرْعَوْنَ إِنَّهُ طَغَى (24)

Pergilah kepada Fir´aun; sesungguhnya ia telah melampaui batas” (QS. Taha : 24)

Maka tatkala Allah memerintahkan nabi Musa ‘alaihissalam untuk menuju Fir’aun, beliau ketakutan. Nabi Musa ‘alaihissalam berkata,

قَالَ رَبِّ إِنِّي قَتَلْتُ مِنْهُمْ نَفْسًا فَأَخَافُ أَنْ يَقْتُلُونِ (33)

“Musa berkata: “Ya Tuhanku sesungguhnya aku, telah membunuh seorang manusia dari golongan mereka, maka aku takut mereka akan membunuhku.” (QS. Al-Qashash : 33)

Kemudian meminta kepada Allah untuk diberi teman yaitu saudaranya nabi Harun. Nabi Musa ‘alaihissalam berkata,

وَأَخِي هَارُونُ هُوَ أَفْصَحُ مِنِّي لِسَانًا فَأَرْسِلْهُ مَعِيَ رِدْءًا يُصَدِّقُنِي إِنِّي أَخَافُ أَنْ يُكَذِّبُونِ (34)

“Dan saudaraku Harun dia lebih fasih lidahnya daripadaku, maka utuslah dia bersamaku sebagai pembantuku untuk membenarkan (perkataan)ku; sesungguhnya aku khawatir mereka akan mendustakanku”. (QS. Al-Qashash : 34)

Nabi Musa ‘alaihissalam takut tatkala dia mendatangi Fir’aun seorang diri perkataannya bisa salah dan terbata-bata. Maka nabi Musa ‘alaihissalam meminta kepada Allah untuk mengutus Harun bersamanya. Dalam ayat lain nabi Musa ‘alaihissalam berdoa,

قَالَ رَبِّ اشْرَحْ لِي صَدْرِي (25) وَيَسِّرْ لِي أَمْرِي (26) وَاحْلُلْ عُقْدَةً مِنْ لِسَانِي (27) يَفْقَهُوا قَوْلِي (28)

“Berkata Musa: “Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, supaya mereka mengerti perkataanku.” (QS. Taha : 25-28)

Banyak ahli tafsir menyebutkan dari tafsiran para sahabat seperti Ibnu Abbas dan yang lainnya, bahwasanya nabi Musa ‘alaihissalam tidak lancar dan terbata-bata dalam berbicara. Karena nabi Musa ‘alaihissalam pernah memakan bara dan melukai lidahnya sehingga bicaranya tidak lancar. Disebutkan dalam tafsir, bahwa dahulu nabi Musa ‘alaihissalam pernah digendong oleh Fir’aun. Ketika dalam gendongannya, nabi Musa ‘alaihissalam memukul dan menarik janggutnya. Sehingga Fir’aun marah dan berkata kepada istrinya, “Wahai Istriku, anak ini sepertinya ketika sudah dewasa akan membunuh saya kalau sekarang tingkahnya sudah seperti ini.” Maka istri Fri’aun menjawab, “Wahai Fir’aun, dia hanya ana yang masih kecil dan tidak mengerti apa-apa. Cobalah kamu uji.” Kemudian Fir’aun mencoba dengan memberikan pilihan kepada nabi Musa ‘alaihissalam antara batu permata dan bara api. Akhirnya nabi Musa ‘alaihissalam memilih bara api dan memakannya. Ini menunjukkan bahwa nabi Musa ‘alaihissalam tidak mengetahui apa-apa.

Ini merupakan sebab nabi Musa ‘alaihissalam terbata-bata dalam berbicara. Akan tetapi tidak ada riwayat yang marfu’ dari nabi Muhammad ﷺ. Ada kemungkinan kisah ini berasal dari kisah israiliyat. Dan kesahihan riwayat tersebut patut diragukan karena nabi Musa ‘alaihissalam tidak disebutkan dalam ayat-ayat yang lain bahwa beliau gagap, akan tetapi beliau kekuan berbicara itu disebabkan karena ketakutannya menghadapi Fir’aun. Sebagaimana orang pada umumnya tatkala bertemu dengan orang hebat, terkadang bicaranya terbata-bata karena grogi atau takut. Oleh karena itu nabi Musa meminta nabi Harun ‘alaihissalam diutus bersamanya.

Faidah dari kisah ini adalah tentang ketulusan nabi Musa ‘alaihissalam. Disebutkan bahwa nabi Musa ‘alaihissalam mengetahui bahwa ada tugas yang mulia yaitu berdakwah kepada Fir’aun. Maka nabi Musa ‘alaihissalam meminta bantuan orang lain dalam berdakwah, sampai menyebutkan keutamaan orang tersebut. Beginilah sebenarnya akhlak mulia seorang da’i, tidak menjadikan da’i yang lain sebagai saingan akan tetapi menjadikan da’i yang lain sebagai partner dakwah. Juga merasa senang tatkala ada orang yang membantunya dalam berdakwah dan mengakui kekurangan yang dimiliki masing-masing. Maka dari itu Allah ﷻ berfirman,

قَالَ سَنَشُدُّ عَضُدَكَ بِأَخِيكَ (35(

“Allah berfirman: “Kami akan membantumu dengan saudaramu.” (QS. Al-Qashash : 35)

Kemudian dalam surah Asy-Syu’ara Allah menggambarkan kisah pertemuan nabi Musa ‘alaihssalam dengan Fir’aun. Pada surah ini akan nampak betapa hebatnya Fir’aun dalam berbicara. Dan dikisah ini, yang berbicara bukanlah nabi Harun ‘alaihissalam melainkan nabi Musa ‘alaihissalam. Karena Allah ﷻa telah berfirman,

قَالَ قَدْ أُوتِيتَ سُؤْلَكَ يَا مُوسَى (36)

“Allah berfirman: “Sesungguhnya telah diperkenankan permintaanmu, hai Musa”. (QS. Taha : 36)

Para ulama menyebutkan bahwa setelah nabi Musa ‘alaihissalam berdoa, Allah kabulkan permintaannya. Menjadi lapanglah hatinya, bicaranya tidak lagi terbata-bata lagi dan dia tidak lagi takut bertemu Fir’aun.

Ketika pertemuan terjadi, berkata nabi Musa ‘alaihissalam,

إِنَّا رَسُولُ رَبِّ الْعَالَمِينَ (16) أَنْ أَرْسِلْ مَعَنَا بَنِي إِسْرَائِيلَ (17)

“Maka datanglah kamu berdua kepada Fir’aun dan katakanlah olehmu (Musa): “Sesungguh-nya Kami adalah Rasul (utusan)Tuhan semesta alam. lepaskanlah Bani Israil (pergi) beserta kami.” (QS. Asy-Syu’ara : 16-17)

Maka berkatalah Fir’aun yang menunjukkan kehebatannya berbicara,

قَالَ أَلَمْ نُرَبِّكَ فِينَا وَلِيدًا وَلَبِثْتَ فِينَا مِنْ عُمُرِكَ سِنِينَ (18)

“Fir’aun menjawab: “Bukankah kami telah mengasuhmu di antara (keluarga) kami, waktu kamu masih kanak-kanak dan kamu tinggal bersama kami beberapa tahun dari umurmu.” (QS. Asy-Syu’ara : 28)

Ini dalil pertama yang diucapkan oleh Fir’aun untuk menjatuhkan dakwah nabi Musa ‘alaihissalam. Kemudian fir’aun berkata,

وَفَعَلْتَ فَعْلَتَكَ الَّتِي فَعَلْتَ وَأَنْتَ مِنَ الْكَافِرِينَ (19)

“Dan kamu (Musa) telah berbuat (kesalahan dari) perbuatan yang telah kamu lakukan dan kamu termasuk golongan orang-orang yang tidak tahu berterima kasih.” (QS. Asy-Syu’ara : 19)

Ini merupakan dalil kedua Fir’aun. Kata-kata yang disampaikan oleh Fir’aun itu luar biasa hebatnya sampai mampu mempengaruhi para pasukan dan bawahannya. Sehingga Allah mengabadikan perkataan yang indah dari Fir’aun. Dalam surah Gahfir Fir’aun berkata,

ذَرُونِي أَقْتُلْ مُوسَى وَلْيَدْعُ رَبَّهُ إِنِّي أَخَافُ أَنْ يُبَدِّلَ دِينَكُمْ أَوْ أَنْ يُظْهِرَ فِي الْأَرْضِ الْفَسَادَ (26)

“(Wahai Kaumku) Biarkanlah aku membunuh Musa dan suruh dia memohon kepada Tuhannya, karena sesungguhnya aku khawatir dia akan menukar agamamu atau menimbulkan kerusakan di muka bumi”. (QS. Ghafir : 26)

Perkataan yang indah dari Fir’aun seolah-olah memprovokasi dan membuat para pasukan dan kaumnya tercengang. Bahkan di ayat setelahnya lebih indah lagi. Dia berkata,

مَا أُرِيكُمْ إِلَّا مَا أَرَى وَمَا أَهْدِيكُمْ إِلَّا سَبِيلَ الرَّشَادِ (29)

“Aku tidak mengemukakan kepadamu, melainkan apa yang aku pandang baik, dan aku tiada menunjukkan kepadamu selain jalan yang benar”. (QS. Ghafir : 29)

Ini merupakan kata yang indah. Sehingga ada seorang khatib yang dakwahnya tidak diterima, lantas membawakan perkataan Fir’aun ini agar perktaannya didengar. Inilah betapa hebatnya Fir’aun berkata. Tatkala nabi Musa ‘alaihissalam datang, langsung dibalas dengan kata-kata yang bisa mematikan semangat dakwah nabi Musa ‘alaihihssalam dengan mengatakan bahwa dia (Musa) anak yang tidak tahu berterima kasih, dan disebutkan kesalahannya yang telah membunuh orang dimasa lalu.

Akan tetapi Allah telah memberikan kekuatan dan menenangkan hati nabi Musa dan nabi Harun ‘alaihimassalam, sehingga mampu membantah perkataan Fir’aun tersebut. Adapun perkataan Fir’aun tentang membunuh orang, maka nabi Musa ‘alaihissalam mengakuinya dan berkata,

قَالَ فَعَلْتُهَا إِذًا وَأَنَا مِنَ الضَّالِّينَ (20) فَفَرَرْتُ مِنْكُمْ لَمَّا خِفْتُكُمْ فَوَهَبَ لِي رَبِّي حُكْمًا وَجَعَلَنِي مِنَ الْمُرْسَلِينَ (21)

“Berkata Musa: “Aku telah melakukannya, sedang aku di waktu itu termasuk orang-orang yang khilaf. Lalu aku lari meninggalkan kamu ketika aku takut kepadamu, kemudian Tuhanku memberikan kepadaku ilmu serta Dia menjadikanku salah seorang di antara rasul-rasul.” (QS. Asy-Syu’ara : 20-21)

Maka kemudian nabi Musa ‘alaihissalam membalas perkataan Fir’aun tentang tidak pandai balas budi. Nabi Musa ‘alaihissalam berkata,

وَتِلْكَ نِعْمَةٌ تَمُنُّهَا عَلَيَّ أَنْ عَبَّدْتَ بَنِي إِسْرَائِيلَ (22)

“Budi yang kamu limpahkan kepadaku itu adalah (disebabkan) kamu telah memperbudak Bani Israil.” (QS. Asy-Syu’ara : 22)

Maksudnya adalah nabi Musa ‘alaihissalam mencela perbuatan Fir’aun terhadapa Bani Israil. Seakan-akan nabi Musa ‘alaihissalam mengatakan bahwa kebaikan yang dia berikan kepada Musa ‘alaissalam itu tidak sebanding dengan kezalimannya terhadap Bani Israil.

Kemudian Fir’aun pun merasa kalah dengan bantahan nabi Musa ‘alaihissalam. Kemudian Fir’aun hendak mengejek nabi Musa ‘alaihissalam. Allah ﷻ berfirman,

قَالَ فِرْعَوْنُ وَمَا رَبُّ الْعَالَمِينَ (23)

“Fir’aun bertanya: “Siapa Tuhan semesta alam itu?” (QS. Asy-Syu’ara : 23)

قَالَ رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا إِنْ كُنْتُمْ مُوقِنِينَ (24)

“Musa menjawab: “Tuhan Pencipta langit dan bumi dan apa-apa yang di antara keduanya (Itulah Tuhanmu), jika kamu sekalian (orang-orang) mempercayai-Nya”. (QS. Asy-Syu’ara : 24)

قَالَ لِمَنْ حَوْلَهُ أَلَا تَسْتَمِعُونَ (25)

“Berkata Fir’aun kepada orang-orang sekelilingnya: “Apakah kamu tidak mendengarkan?” (QS. Asy-Syu’ara: 25)

Mulailah Fir’aun memprovokasi rakyatnya, akan tetapi nabi Musa ‘alaihissalam melanjutkan dakwahnya.

قَالَ رَبُّكُمْ وَرَبُّ آبَائِكُمُ الْأَوَّلِينَ (26)

Musa berkata (pula): “Tuhan kamu dan Tuhan nenek-nenek moyang kamu yang dahulu”. (QS. Asy-Syu’ara : 26)

قَالَ إِنَّ رَسُولَكُمُ الَّذِي أُرْسِلَ إِلَيْكُمْ لَمَجْنُونٌ (27)

Fir’aun berkata: “Sesungguhnya Rasulmu yang diutus kepada kamu sekalian benar-benar orang gila”. (QS. Asy-Syu’ara : 27)

Ketika Fir’aun telah kehabisan kata-kata untuk membalas perkataan nabi Musa ‘alaihissalam, yang ada Fir’aun emosi dan langsung menuduh nabi Musa ‘alaihissalam sebagai orang gila. Ini merupakan dalil bahwa tatkala seseorang melihat maslahat dalam dakwah ketika dia tetap melakukannya, maka hendaknya dia melanjutkan dakwahnya, meskipun banyak orang yang mencela dan menuduh dengan tuduhan yang tidak benar. Ketahuilah sebagian orang mengatakan bahwa rusa sebenarnya larinya lebih cepat dari pada harimau, akan tetapi rusa selalu termakan oleh harimau disebabkan karena dia sering menoleh kebelakang untuk mengecek apakah harimau telah dekat. Maka seharusnya bagi seorang da’i agar tetap fokus pada dakwahnya dan tidak terlalu menekankan pada bantahan-bantahan orang. Karena jika seorang da’i hanya banyak melakukan pembelaan dan tuduhan, yang ada adalah dia membela dirinya, bukan membela agama Allah Subhanahu wa ta’ala. Karena tidak mungkin seseorang bisa menggapai keridhaan semua orang.

Saya teringat dengan perkataan seorang syaikh yang menasehati saya, beliau berkata, “Wahai Firanda, berdakwahlah engkau dan teruslah berdakwah sebelum datang suatu waktu kamu dilarang berdakwah.” Ketahuilah pasti kita pernah mengalami suatu waktu dimana kita betul-betul tidak bisa berdakwah. Betapa banyak teman saya yang bergelar doktor dari berbagai negara, akan tetapi mereka tidak bisa berdakwah. Maka teruslah berdakwah, karena umur kita terbatas.

Lihatlah nabi Musa ‘alaihissalam yang terus berdakwah meskipun dikatakan telah gila. Karena walapun Fir’aun tidak menerima, akan tetapi pasukan dan bwahannya mungkin akan mereima dakwahnya. Nabi Musa pun meneruskan per-kataannya.

قَالَ رَبُّ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَمَا بَيْنَهُمَا إِنْ كُنْتُمْ تَعْقِلُونَ (28)

“Musa berkata: “Tuhan yang menguasai timur dan barat dan apa yang ada di antara keduanya: (Itulah Tuhanmu) jika kamu mempergunakan akal”. (QS. Asy-Syu’ara : 29)

Akhirnya Fir’aun semakin jengkel karena merasa kalah dengan nabi Musa ‘alaihissalam dihadapan rakyatnya. Dengan penuh emosi dia berkata,

قَالَ لَئِنِ اتَّخَذْتَ إِلَهًا غَيْرِي لَأَجْعَلَنَّكَ مِنَ الْمَسْجُونِينَ (29)

” Fir’aun berkata: “Sungguh jika kamu menyembah Tuhan selain aku, benar-benar aku akan menjadikan kamu salah seorang yang dipenjarakan”. (QS. Asy-Syu’ara : 29)

Cara kasar yang dilakukan Fir’aun menjadikan perdebatan selesai dan nabi Musa ‘alaihissalam akan dipenjarakan. Akan tetapi nabi Musa ‘alaihissalam menunjukkan kecerdasannya dengan melakukan penawaran kepada Fir’aun dengan harapan dia akan berubah fikiran. Nabi Musa ‘alaihissalam berkata,

قَالَ أَوَلَوْ جِئْتُكَ بِشَيْءٍ مُبِينٍ (30)

“Musa berkata: “Dan apakah (kamu akan melakukan itu) kendatipun aku tunjukkan kepadamu sesuatu (keterangan) yang nyata?” (QS. Asy-Syu’ara : 30)

قَالَ فَأْتِ بِهِ إِنْ كُنْتَ مِنَ الصَّادِقِينَ (31)

“Fir’aun berkata: “Datangkanlah sesuatu (keterangan) yang nyata itu, jika kamu adalah termasuk orang-orang yang benar”. (QS. Asy-Syu’ara : 31)

Maka nabi Musa ‘alaihissalam melakukan apa yang telah dilakukannya bersama Allah sebelumnya.

فَأَلْقَى عَصَاهُ فَإِذَا هِيَ ثُعْبَانٌ مُبِينٌ (32) وَنَزَعَ يَدَهُ فَإِذَا هِيَ بَيْضَاءُ لِلنَّاظِرِينَ (33)

“Maka Musa melemparkan tongkatnya, lalu tiba-tiba tongkat itu (menjadi) ular yang nyata. Dan ia menarik tangannya (dari dalam bajunya), maka tiba-tiba tangan itu jadi putih (bersinar) bagi orang-orang yang melihatnya.” (QS. Asy-Syu’ara : 32-33)

Dengan segera Fir’aun berkata yang menunjukkan kecerdasannya,

قَالَ لِلْمَلَإِ حَوْلَهُ إِنَّ هَذَا لَسَاحِرٌ عَلِيمٌ (34)

“Fir’aun berkata kepada pembesar-pembesar yang berada sekelilingnya: Sesungguh-nya Musa ini benar-benar seorang ahli sihir yang pandai. (QS. Asy-Syu&#

Artikel asli: https://firanda.com/3431-mendulang-hikmah-dari-kisah-nabi-musa-alaihissalam.html